Cukuplah bila aku merasa mulia karena Engkau sebagai Tuhan bagiku dan cukuplah bila aku bangga bahawa aku menjadi hamba bagiMu. Engkau bagiku sebagaimana yang aku cintai, maka berilah aku taufik sebagaimana yang Engkau cintai. -saidina Ali karamallahu wajhah
19 Mac 2011
Hukum Bermazhab
Pada sa`at ini semakin banyak orang yang merasa mereka lebih hebat dibandingkan ulama ulama dahulu, mereka mencoba menebarkan slogan untuk tidak bermadzhab, tetapi mengambil hukum dari al-Qur`an dan Sunnah secara langsung, slogan ( semboyan = perkataan ) berhukum al-Qur`an dan hadits benar tetapi memiliki tujuan yang salah, dan akan menghasilkan kesalahan yang besar, adapun diantara dalil – dalil yang di ucapkan oleh mereka yang anti madzhab ialah :
1 – Rasulullah tidak pernah menyuruh kita untuk bermadzhab bahkan menyuruh kita mengikuti sunnahnya.
2 – al-Qur`an dan Sunnah sudah cukup menjadi dalil dan hukum sehingga tidak di perlukan lagi Madzhab-madzhab.
3 – Madzhab-madzhab itu bid`ah karena tidak ada pada zaman Rasul.
4 – Seluruh ulama Madzhab seperti Imam Syafi`i melarang orang-orang mengikuti mereka dalam hukum.
5 – Bermadzhab dengan madzhab tertentu berarti telah menolak sunnah Nabi Muhammad SAW.
6 – Pada Zaman sekarang sudah semestinya kita berijtihad karena dihadapan kita telah banyak kitab-kitab hadits, Fiqih, ulumul Hadits dan lain-lain, kesemuanya itu mudah didapati.
7 – Para Ulama Madzhab adalah manusia biasa, bukan seorang nabi yang maksum dari kesalahan, semestinya kita berpegang kepada yang tidak maksum yaitu hadits-hadits Rasulullah.
8 – Setiap hadits yang shahih wajib diamalkan, tidak boleh menyalahinya dengan mengikuti pendapat ulama madzhab.
Ini sebahagian hujjah-hujjah mereka, kita akan jawab satu persatu insyaallah.
Masalah pertama
1 – Adapun Rasul tidak pernah menyuruh kita untuk bermadzhab, kalau saudara tahu maksud bermadzhab, maka maknanya tidak secara khusus Rasul menyuruh untuk bermadzhab, tetapi disana ada suruhan secara umum, suruhan umum tersebut terdapat didalam al-Qur`an dan Hadits Rasul , demikian juga disana tidak terdapat larangan tentang bermazhab dari Rasulullah, dengan demikian tidak boleh kita buang dalil umum yang menyuruh untuk bermadzhab, bahkan sebagian dalil dan hujjah-hujjah menjurus kepada kekhususan mengikuti ulama-ulama yang telah sampai derajat Ijtihad.
Berikut ini saya akan huraikan beberapa Dalil tentang bermadzhab :
1 - Allah Berfirman :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Artinya : Hendaklah bertanya kepada orang mengetahui jika kamu tidak mengetahui.
Penjelasan ayat : ayat ini menyuruh orang-orang yang tidak mengetahui sesuatu, yang mereka itu terdiri dari orang-orang awam, atau orang-orang yang tidak sampai derajat mujtahid agar menanyakan kepada orang alim atau orang yang telah sampai derajat Mujtahid, hal ini bermakna orang yang tidak sampai derajat mujtahid mesti mengikuti mana-mana madzhab yang di i`tiraf oleh ulama-ulama Ahlus Sunnah Wal Jama`ah.
Siapa yang merasa tidak memiliki ilmu maka dia wajib bertaqlid kepada ulama, sebab Allah tidak mengatakan , jikalau kau tidak mengetahui maka hendaklah lihat didalam al-Qur`an dan Hadits, karena al-Qur`an dan al-Hadits memiliki pemahaman yang hanya ulama yang mujtahid saja yang memahaminya, sebab itulah Allah menyuruh untuk menanyakan kepada Ulama yang mujtahid dari arti dan pemahaman dari al-Qur`an dan al-Hadits.
2 - Rasulullah SAW bersabda :
عن عبد الله بن عمرو بن العاصي قال " سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالم اتخذ الناس رؤسا جهالا، فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا. ( رواه البخاري و مسلم والترمذي وابن ماجه ولا أحمد والدارمي ).
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan menariknya dari hati hamba-hambanya ( ulama ) akan tetapi mengambil ilmu dengan mencabut nyawa ulama, sehingga apabila tidak terdapat ulama, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh ( menjadi pegangan mereka ), mereka bertanya hukum kepadanya, kemudian orang-orang bodoh itu berfatwa menjawab pertanyakkan mereka, jadilah mereka sesat dan menyesatkan pula.
( H.R Bukhari, Muslim , Tirmidzi , Ibnu Majah. Ahmad, ad-Darimi.
Penjelasan hadits : Hadits ini menunjukkkan kepada kita semakin sedikitnya ulama pada masa sekarang, siapa yang mengatakan semangkin banyak maka dia telah menyalahi hadits Nabi yang shahih dan kenyataan yang ada, sebab Allah mencabut nyawa ulama, dan tidak ada pengganti yang dapat menandingi keilmuannnya, siapa yang dapat menandingi keilmuan Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`I, Imam Ahmad pada zaman sekarang, tidak ada yang mampu, mereka wafat telah meninggalkan warisan yang besar sekali, yaitu ilmu dan madzhab mereka, jadi orang -orang awam mengambil warisan ilmu-ilmu mereka seolah-olah seperti bertanya lansung kepada Imam yang empat, dengan begitu jauhlah mereka dari kesesatan dan menyesatkan orang, tetapi orang yang bodoh yang tidak mau bermadzhab maka akan menanyakan permasalahannya kepada orang yang berlagak alim dan mujtahid tetapi bodoh, tolol dan memiliki sifat seperti orang yang tidak pintar, maka dia berfatwa menurut hawa nafsunya dan perutnya dalam memahami hadits dan lainnya, orang ini adalah sangat membahayakan umat islam, menyesatkan umat islam, mereka tidak sadar diri tentang kesesatan mereka dan berusaha untuk menyebarkan pemahaman mereka, ini lah cirri-ciri kebodohannya.
Dari hadits ini juga kita perlu menanyakkan kenapa Rasul mengatakan ,
" mereka bertanya kepada orang-orang bodoh",
penyebab mereka mengambil ilmu kepada orang yang bodoh ialah karena orang alim sudah tiada lagi, padahal kitab-kitab hadits semangkin banyak dicetak, kitab-kitab ilmu semangkin menyebar dikalangan masyarakat, penulis melihat ada beberapa sebab :
1 – Pentingnya ulama dalam menuntun pemahaman yang ada dari al-Qur`an dan al-Hadits, sehingga apabila ulama meninggal dunia, tiada lagi orang yang mampu mengajarkan pemahaman yang sebenarnya dari al-Qur`an dan Sunnah.
2 – Sebab ketidakmauan orang-orang yang sesat mengikuti dari madzhab-madzhab yang telah tertulis dan dibukukan sehingga mereka lebih memilih orang yang berlagak lebih tahu dalam memahami al-Qur`an dan al-Hadits dari ulama-ulama yang dahulunya.
3 – Kebodohan orang yang paling bodoh ialah yang tidak mengetahui dia bodoh, sehingga dia berfatwa walaupun dalam keadaan bodoh, tidak ingin melihat kembali apa kata ulama-ulama madzhab didalam kitab mereka.
4 – Ini adalah tanda-tanda hari Qiamat yang mana madzhab bodoh lebih berkembang dan menyesatkan orang yang bermadzhabkan dengan empat madzhab.
5 – Dari hadits diatas juga kita fahami bahwa pada zaman ini sangat sulit sekali kita dapati ulama yang sampai kedudukannya kepada ulama mujtahid, ini mesti kita sadari, kalau tidak kita sadari maka kemungkinan orang tersebut telah menyalahi hadits Rasul yang menceritakan tentang ilmu akan dicabut dari permukaan bumi ini dengan wafatnya ulama, pada abad pertama hijriyah puluhan orang bahkan ratusan orang sampai kepada derajat al-Hafizh dan mujtahid, demikian juga pada abad kedua, ketiga, keempat, tetapi setelah itu ulama-ulama semangkin berkurangan, terlebih-lebih lagi pada zaman kita sekarang, jadi apa yang dikatakan Rasul telah tejadi pada saat sekarang ini, kita boleh lihat betapa banyaknya orang yang memaku Alim dan berfatwa, padahal dia tidak memiliki standart dalam berfatwa, ini orang bermuka tebal seperti tembok China.
3 - Rasulullah bersabda :
لا تسبوا قريشا فإن عالمها يملأ الأرض علما
Artinya : Janganlah kamu menghina orang-orang Qurasy karena seorang ulama dari kalangan bangsa Qurasy, ilmunya akan memenuhi penjuru bumi ini .
( H,R Baihaqi didalam al-Manaqib Syafi`i, Abu Naim didalam al-Hilyah, Musnad Abu Daud ath-Thayalisi ).
Para ulama mentakwilkan maksud hadits tersebut kepada Imam Syafi`i al-Quraisyi yang telah menebarkan ilmu dan madzhabnya dibumi ini, diantara ulama yang telah mengungkapkan hal seperti itu ialah Imam Ahmad Bin Hanbal, Imam Abu Nuaim al-Ashbahani, Imam Baihaqi.
Dan maksud ilmu pada hadits tersebut adalah madzhab dan pemahamannya terhadap al-Quran dan sunnah, sebab pemahaman terhadap al-Qur`an dan sunnah itulah disebut ilmu, ilmu itu adalah madzhab jika ilmu tersebut diikuti orang lain, dengan demikian madzhab adalah salah satu pemahaman al-Qur`an dan hadits yang diikuti oleh orang lain.
Masih ada hadits-hadits yang menceritakan tetang bermadzhab, asalkan kita faham tentang apa yang dikatakan dengan madzhab, saya padakan sampai disini pembahasan yang pertama.
Masalah kedua
2 – Pendapat saudara yang mengatakan al-Qur`an dan Sunnah sudah cukup menjadi sumber hukum adalah ungkapan seorang yang Mujtahid, apabila sudah melengkapi syarat-syarat mujtahid, jika saudara berkata juga seperti itu bermakna saudara sudah menjadi mujtahid, dan sudah memiliki syarat-syarat ijtihad, tetapi jika tidak memenuhi syarat maka saya sarankan saudara mundur kebelakang, atau membeli cermin ( kaca ) agar dapat berkaca dan bercermin siapa diri anda, sampai mana keilmuan anda, jika cerminnya juga tidak mampu untuk menunjukkan hakikat diri anda sendiri dalam keilmuan, maka hendaklah bercermin dengan ulama-ulama ahlus sunnah wal jama`ah, karena cermin yang ada dirumah harganya murahan atau sudah pecah, jika tidak tergambar juga hakikat diri anda dihadapan orang lain, maka ingatlah syaithan telah memperdayakan anda, menjadi mujtahid berat dan memiliki syarat-syarat yang sulit.
Rasul bersabda :
رحم الله امرءا عرف قدره
Artinya : Allah menyayangi seseorang yang mengetahui batas kemampuannya.
Kalau anda sadar akan batas keilmuan dan kemampuan anda tentu anda akan mengikuti madzhab yang empat, tetapi sayang anda tidak melihat kelemahan dan kebodohan anda sendiri.
Perlu anda ketahui jika anda belum sampai kepada tahap Mujtahid, jika ingin mengambil langsung dari al-Qur`an dan Sunnah, apakah anda telah mengahapal al-Qur`an keseluruhannya ?, atau paling sedikit ayat-ayat Ahkam, dan telah mengetahui dari ayat-ayat tersebut sebab-sebab turunnya ayat, apakah ayat tersebut tergolong Nasikh atau Mansukh, apakah ayat tersebut Muqayyad atau Muthalaq, atau ayat itu Mujmal atau Mubayyan, atau ayat tersebut `Am atau Khusus, kedudukan setiap kalimat didalam ayat dari segi Nahu dan `Irabnya, Balaghahnya, bayannya, dari segi penggunanaan kalimat Arab secara `Uruf dan dan hakikatnya, atau majaznya,
Kemudian adakah terdapat didalam hadits yang mengkhususkan ayat tersebut, ini masih sebahagian yang perlu anda ketahui dari al-Qur`an, sementara didalam Hadits anda mesti menghapal seluruh hadits-hadits Ahkam, kemudian mengetahui sebab-sebab terjadinya hadits tersebut, mana yang mansukh dan mana yang Nasikh, mana yang Muqayyad dan mana yang Muthlaq, mana yang mujmal dan mubayyan, mana yang `Am dan Khas, dan mesti mengetahui bahasa arab dengan sedalam-dalamnya, agar tidak menyalahi Qaidah-Qaidah dalam bahasa, hal ini meliput dari Nahu, Balaghah, bayan, ilmu usul Lughah, dan juga mesti mengetahui fatwa-fatwa ulama yang terdahulu sehingga tidak mengeluarkan hukum yang menyalahi ijma` ulama, mengetahui shahih atau tidaknya hadits yang akan digunakan, hal ini meliputi dari pengetahuan tentang sanad, Jarah dan Ta`dil, Tarikh islami dan ilmu musthalah hadits secara umum dan mendalam, sebab tidak semua hadits shahih dapat dijadikan hujjah secara langsung, karena mungkin saja telah dimansukhkan, atau hadits tersebut umum dan adalagi hadits yang khusus , maka mesti mendahulukan yang khusus. Hal ini akan saya jelaskan insyaallah dalam pembahasan yang khusus.
Pertanyaannya adalah sudahkan anda memiliki syarat yang telah kami sebutkankan, kalau sudah silahkan anda berijtihad sendiri, kalau belum jangan mempermalukan diri sendiri, kebodohan yang paling bodoh adalah tidak mengakui diri bodoh, sehingga tidak mau belajar dari kebodohannya.
Masalah ketiga
3 – Pendapat anda yang mengatakan bermadzhab itu suatu yang bid`ah Karena tidak terdapat pada zaman Rasul, penulis menyangka anda belum lagi memahami kata-kata Bid`ah dengan sesungguhnya, tapi saya akan buat insyaallah pembahasan ini secara khusus.
Tetapi yang penting Madzhab memang tidak ada pada zaman Nabi karena para sahabat berada bersama nabi , jikalau ada permasalahan maka mereka akan menanyakan langsung kepada Nabi SAW, tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia maka mulailah hidup madzhab-madzah dikalangan sahabat, sehingga masyhur dikalangan mereka ada madzhab Abu Bakar, madzhab Umar, Utsman, Ali, Abdullah Bin Umar, Sayyidah `Aiysah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Mas`ud dan yang lainnya, demikian juga pada masa Tabi`in telah betumbuhan madzhab-madzhab ketika itu, seperti madzhab Az-Zuhri, Hasan al-Bashri, Salim Bin Abdallah, Urwah Bin Zubair, dan yang lainnya, sehingga Imam Abu Hanifah juga tergolong Tabi`in yang memiliki Madzhab yang diikuti, sementara Imam Malik tergolong Tabi`-Tabi`in yang memiliki banyak pengikut, maka jelaslah bahwa mengikuti madzhab yang ada dan diakui oleh ulama bukan hal yang bid`ah, jikalau hal tersebut bid`ah niscaya para sahabat ahli bid`ah.
Masalah keempat
4 – Larangan ulama Madzhab kepada murid-muridnya agar jangan mengikuti mereka adalah hal yang tidak benar, sebab seluruh perkataan ulama Madzhab telah dirobah oleh orang tertentu tentang pemahamannya, mari kita lihat sebahagian kata-kata Imam Syafi`i` dan kisah Imam Malik.
A – Kisah Imam Malik berserta Khalifah Abu Ja`far al-Manshuri.
Meriwayatkan Ibnu Abdul Barr dengan sanadnya kepada al-Waqidi, beliau berkata : Aku mendengar Malik Bin Anas berkata : " ketika Abu Ja`far al-Manshur melaksanakan hajji, beliau memanggilku, maka bertemu dan bercerita dengannya, beliau bertanya kepadaku dan aku menjawabnya, kemudian Abu Ja`far berkata :
" Aku bermaksud untuk menulis kembali kitab yang telah kamu karang yaitu Muwaththa`, kemudian aku akan kirim keseluruh penjuru negeri islam, dan aku suruh mereka mengamalkan apa yang terkandung didalamnya, dan tidak mengamalkan yang lainnya. Dan meninggalkan semua ilmu-ilmu yang baru selain " Muwaththa`, karena Aku melihat sumber ilmu adalah riwayat ahli Madinah dan ilmu mereka, dan aku pun berkata : Wahai Amirul Mukminin, Janganlah kamu buat seperti itu, Karena orang-orang sudah memiliki pendapat sendiri, dan telah mendengarkan hadits Rasul, dan mereka telah meriwayatkan hadits-hadits yang ada, dan setiap kaum telah mengambil dan mengamalkan apa telah diamalkan pendahulunya, dari perbedaan pendapat para shahabat dan selain mereka, jika menolak apa yang mereka percayakan itu sangat berbahaya, biarlah mereka mengamalkan apa yang telah mereka amalkan dan mereka pilih untuk mereka, berkata Abu J`afar : Kalaulah engkau suruh aku untuk membuat seperti itu niscaya aku akan laksanakan.
Dalam riwayat yang lain Imam Malik berkata :
Wahai Amirul Mukminin Sesungguhnya para sahabat Rasulullah SAW telah berpencar diberbagai negeri, orang-orang telah mengikuti madzhab mereka, maka setiap golongan berpendapat mengikuti madzhab orang yang diikuti.
( al-Intiqa : 41 , Imam Darul Hijrah Malik Bin Anas : 78 ).
Lihat bagaimana Imam Malik menjawab permintaan Khalifah Abu Ja`far, beliau tidak melarang orang-orang untuk bertaqlid pada Madzhab yang mereka akui, sebab pada masa itu madzhab fiqih sangat berkembang sekali, seperti di Iraq madzhab Imam Abu Hanifah, Di Syam berkembang Madzhab Imam Auza`i, di Mesir berkembang madzhab Imam Laits Ibnu Sa`ad, dan masih banyak lagi madzhab-madzhab yang berkembang saat itu, bahkan beliau menyarankan kepada Khalifah agar mereka dibenarkan untuk mengikuti madzhabnya masing-masing.
B - Berkata Imam Syafi`i :
المزني ناصر مذهبي
Artinya : Al-Muzani itu adalah penolong ( dalam menyebarkan ) madzhabku
( Lihat Siyar `Alam an-nubala` li adz-Dzahabi : 12/493, Thabqatu Syafi`iyah al-Kubra Li as-Subki : 1/323, terbitan Dar kutub ilmiyah ).
Dari perkataan Imam Syafi`i diatas sangat jelas sekali bahwa beliau tidak melarang seorangpun untuk mengikuti madzhabnya, bahkan beliau mengatakan kepada murid-muridnya bahwa al-Muzani adalah seorang penolong dan penyebar madzhab Syafi`i, kalau beliau melarang untuk mengikuti madzhabnya tentu beliau tidak mengatakan perkataan tersebut.
Diriwayatkan Imam al-Khatib didalam karangannya " al-Faqih wa al-Mutafaqih ( 2 / 15 -19 ) " cerita yang sangat panjang sekali tentang Imam al-Muzani seorang pewaris ilmu Imam Syafi`i, didalam akhirnya beliau mengungkapkan perkataan al-Muzani :
" Lihat kamulah apa yang kamu tulis dari pengajaranku, tuntutlah ilmu dari seorang yang Faqih, maka kamu akan menjadi Faqih ".
Dari perkataan Imam al-Muzani menyuruh muridnya untuk melihat apa yang beliau sampaikan, beliau tidak menyuruh mereka untuk melihat kepada Hadits, karena hadits tidak boleh difahami dengan sebenarnya hukum yang terdapat didalamnya kecuali seorang yang Faqih, dan menyuruh mereka untuk menuntut ilmu kepada seorang yang Faqih bukan hanya mengetahui hadits semata, sebab puncak ilmu hadits adalah Fiqih, kalau bermadzhab itu dilarang tentu Imam al-Muzani akan melarang melihat pengajaranya, akan tetapi menyuruh mereka mengambil secara langsung hukum dari al-Qur`an.
Penulis cukupi sampai disini saja dalam ungkapan ulama-ulama tentang mengikuti madzhab ulama Mijtahid..
Masalah kelima
5 – Perkataan Saudara yang mengatakan bermadzhab dengan madzhab tertentu berarti menolak Sunnah Rasulullah adalah perkataan yang tidak benar dan tidak berasas, sebab seluruh ulama Mujtahid sangat berpegang teguh dalam mengamalkan sunnah Nabi SAW, mereka telah menjadikan al-Hadits sebagai sumbur kedua setelah al-Qur`an, kedudukan al-Hadits sangat tinggi sekali dipandangan mereka.
Sebahagian orang salah memahami perkataan Imam-imam Mujtahid seperti Imam Syafi`i, beliau berkata :
إذا وجدتم حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم على خلاف قولي فخذوا به ودعوا ما قلت
Artinya : Apabila kamu dapati perkataanku menyalahi perkataan Rasulullah SAW maka tinggalkanlah perkataanku dan ambillah Hadits Rasul..
Perlu kita ketahui pemahaman yang mengatakan Imam Syafi`i melarang mengikuti pendapatnya dari perkataan tersebut adalah pemahaman yang salah, dari ungkapan Imam Syafi`i memiliki pemahaman sebagai berikut .
A – Kamu boleh mengikuti pendapatku selama pendapatku tidak bertentangan dengan Hadits Rasulullah.
B – Perkataan ini menunjukkan betapa besarnya kedudukkan Hadits Nabi SAW dipandangan Imam Syafi`i.
C – Karena begitu besarnya kedudukan Hadits dihadapan Imam Syafi`i sehingga beliau menjadikan al-Hadits adalah sumber kedua didalam madzhabnya, ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan mungkin mendahulukan pendapatnya dari pada Hadits Rasul, kecuali apabila hadits tersebut tidak dianggap shahih dan memiliki beberapa sebab sehingga tidak boleh mengamalkannya, sebab tidak seluruh Hadits shahih boleh diamalkan, masalah ini insyaallah akan saya perincikan pada pembahasan yang khusus.
D – Imam Syafi` hanya berpegang dengan hadits yang shahih menurut pandangannya, sebab beliau seorang ahli hadits yang masyhur, bukan hadits mansukh atau ijmak ulama tidak mengamalkannya, hadits yang memiliki permasalahan dan `illat.
Masalah keenam
6 – Adapun ungkapan saudara yang mengatakan pada zaman sekarang ini sebenarnya semangkin mudah untuk menjadi mujtahid disebabkan oleh banyaknya buku yang dicetak, berbeda dengan zaman dahulu, pendapat ini tidak benar, bahkan menyalahi kenyataan yang ada, coba kita lihat penyebab kenapa pada zaman ini sukar untuk menjumpai seorang mujtahid.
A – Tidak seluruh kitab telah dicetak dan disajikan kepada kita, terbukti masih banyak lagi kitab ulama-ulama muslim yang tersebar dalam bentuk Makhthuthath ( Munuskrip ) di negeri Erofah, Mesir, Turki, Saudi Arabiyah, Pakistan, Hindia dan lain-lain.
B – Banyaknya kitab-kitab hadits yang hilang dan tidak ditemui pada saat sekarang ini disebabkan berbagai kejadian, seperti pembakaran kitab-kitab pada masa Monggolia menyerang Baghdad dan membakar seluruh kitab-kitab Islam, penghancuran Negeri Islam di Andalusia, dan lain-lain , hal ini boleh kita ketahui jika kita mentakhrij hadits, dan ingin melihat dari sumber aslinya, tetapi tidak diketemukan.
C – Pada zaman sekarang orang belajar ilmu menurut bidangnya masing-masing, pelajar yang di Kuliah Syari`ah tidak mempelajari ilmu musthalah hadits secara mendalam, pelajar Kuliah Usuluddin tidak mempelajari Usul Fiqih dan Fiqih secara mendalam, pelajar Lughah bahkan sangat sedikit sekali mempelajari bidang ilmu fiqih dan hadits, dari cara belajar seperti ini bagaimana menjadi mujtahid.
D – Tidak adanya pada zaman sekarang orang dapat digelar al-Hafizh, ini membuktikan betapa buruknya prestasi kita dalam bidang hadits dibandingkan dengan zaman-zaman sebelum kita, bagaimana mau menjadi mujtahid hadits pun tidak hapal, kalaulah dalam ilmu hadits saja kita belum mampu menjadi al-Hafizh bagaimana pula ingin menjadi al-Mujtahid.
e - Tetapi yang sangat lucunya yang ingin jadi mujtahid itu sekarang terdiri dari pelajar-pelajar kedoktoran,insinyur, mekanik, yang bukan belajar khusus tentang agama, kalau pelajar agama saja tidak sampai kepada mujtahid bagaimana lagi dengan pelajar yang bukan khusus mempelajari agama, kalau pun jadi mujtahid pasti mujtahid gadungan( penipuan ).
Coba renungkan cerita Ibnu Taimiyah didalam kitabnya al-Muswaddah : 516, dan diungkapkan oleh muridnya Ibnu Qayyim, dari Imam Ahmad, ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Ahmad, :
Apabila seseorang telah menghapal hadits sebanyak seratus ribu hadits, apakah dia sudah dikira Faqih ? Imam Ahmad menjawab : Tidak dikira Faqih, berkata lelaki tersebut : " jika dia hapal dua ratus ribu hadits ? ", Imam Ahmad menjawab : " tidak disebut Faqih ", berkata lelaki tersebut : " jika dia telah menghapal tiga ratus ribu hadits ?", Imam Ahmad menjawab : " tidak juga dikira Faqih", berkata lelaki tersebut : " Jika dia telah menghapal empat ratus ribu hadits ?, Imam Ahmad menjawab : " Beliau mengisyaratkan dengan tangannya dan mengerakkannya, maksudnya, mungkin juga disebut Faqih berfatwa kepada orang dengan ijtihadnya.
Cobalah renungkan dimana kedudukan kita dari Faqih dan al-Mujtahid, agar tahu kelemahan kita dan kebodohan kita.
E – Memang ada kitab-kitab yang dapat membantu kita agar dapat berijtihad, tetapi yang jadi permasalahannya, apakah kita mampu benar-benar memahami apa yang kita baca, apakah yang kita fahami sesuai dengan pemahaman ulama-ulama pada masa salafussalihin, sebab membaca hadits dengan sendirian tanpa bimbingan seorang guru akan membawa kepada kesesatan, sebagaimana pesan ulama-ulama agar mengambil ilmu dari mulutnya ulama yang ahli.
خذوا العلم من أفواه العلماء
Artinya : Ambillah ilmu itu dari mulutnya para ulama.
Berkata Imam Ibnu Wahab seorang murid Imam Malik yang alim dalam ilmu Hadits:
الحديث مضلة إلا للعلماء
Artinya : al-Hadits dapat menyesatkan seseorang ( yang membacanya ) kecuali bagi para ulama
Berkata Imam Sufyan Bin Uyainah ( seorang ulama besar yang ahli dalam fiqih dan hadits guru Imam Syafi`i ) :
الحديث مَضِلّة إلا للفقهاء
Artinya : al-Hadits itu dapat menyesatkan seseorang kecuali bagi ulama yang faqih.
( al-Jami` li Ibni Abi Zaid al-Qairuwani : 118 )
Masalah ketujuh
7 – Apa yang saudara ungkapkan bahwa ulama mujtahid adalah manusia biasa yang mungkin saja salah dalam perbutan atau pemahaman adalah benar, tetapi sangat salah sekali jika saudara menyangka bahwa mereka yang berijtihad tidak boleh diikuti karena mereka manusia biasa, yang sangat jelasnya, mereka bukan nabi, dan juga bukan bertarap seperti anda, tidak ada seorang ulama yang hidup sekarang ini yang mampu menandingi ilmunya Imam Abu Hanifah, Imam Malik Bin Anas, Imam Syafi`i, Imam Ahmad.
Berkata Imam adz-Dzahabi mengungkapkan didalam kitabnya at-Tadzkirah : 627-628 , diakhir ceritanya dari generasi muhaddits yang kesembilan diantara tahun 258 H - 282 H, beliau berkata :
Wahai syeikh lemah lembutlah pada dirimu, senantiasalah bersikap adil, janganlah memandang mereka dengan penghinaan, jangan kamu menyangka muhaddits pada masa mereka itu sama dengan muhaddits pada masa kita ( maksudnya dari masa 673 H – 748 H ), sama sekali tidak sama, tidak ada seorangpun pembesar Muhaddits pada masa kita yang sampai kedudukkannya seperti mereka didalam keilmuan .
Dari ungkapan Imam adz-Dzahabi diatas memberikan pengertian bahwa ilmu kita memang tidak setarap dengan para ulama-ulama mujtahid pada zaman dahulu, jadi jikalau mereka berijihad ternyata salah didalam maka mereka akan mendapat satu pahala dan tidak mendapat dosa, bagaimana dengan anda yang tidak sampai kepada derajat ijtihad kemudian berijtihad menurut kemampuan anda, maka kesalahan anda akan lebih banyak dibandingkan dengan ulama-ulama mujtahid yang terdahulu, dengan begitu seseorang yang memang sudah sampai kepada derajat mujtahid, apabila benar ijtihadnya maka akan mendapatkan dua pahala, jika salah dalam berijtihad maka mendapat satu pahala saja, tetapi jika anda yang belum sampai kepada tahap mujtahid berijtihad dan tersalah dalam ijtihadnya maka anda akan mendapatkan dosa, karena berijtihad dengan kebodohan.
Masalah kedelapan
8 – Adapun ungkapan anda tentang hadits yang Shahih wajib diamalkan secara langsung adalah salah satu kesalahan, sebab tidak semua hadits yang shahih dapat diamalkan secara lansung, karena mungkin saja hadits tersebut memiliki `illat yang sangat samar sekali, kemungkinan hadits shahih tersebut dimansukhkan, atau haditsnya muthlaq kemudian dimuqayyadkan dan lain-lain, Penulis ( insyaallah ) akan membahas permasalahan ini secara khusus .
Diposkan oleh Muhammad Husni Ginting di 02:05
Jumat, 15 Mei 2009
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan